"Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan." (Galatia 6:1)
[1.]
Sering kali kita membatasi perasaan mengasihi kita menurut penilaian kita. Akibatnya, sikap mengasihi yang diinginkan oleh Tuhan, yaitu kasih kepada sesama manusia, tidak bisa dilaksanakan seutuhnya.
Mereka yang telah melakukan kesalahan dan dinilai buruk menjadi orang-orang yang berada di luar jangkauan sikap kasih. Baik disadari maupun tidak, tidak jarang kita pun turut menjauhi mereka.
Tuhan Yesus justru mengajarkan sebaliknya. Kematian dan kebangkitan-Nya berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Sekalipun Tuhan Yesus pernah mengecam orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat (Mat. 23:1-36), kasih-Nya pun tetap ditujukan kepada mereka.
"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Luk. 23:34)
[2.]
Beberapa waktu ini saya kembali tertarik dengan warna hitam, setelah beberapa tahun ini saya cenderung menggambar line art.
Warna hitam yang banyak mengisi ruang dalam gambar telah memberi makna bagi saya. Kehidupan ini tidak selalu putih. Ada juga hitamnya. Itu adalah keseimbangan yang menguatkan makna kehidupan, apa pun maknanya bagi kita masing-masing.
Saya menghubungkan ide gambar di atas dengan renungan Ibadah Minggu XV sesudah Pentakosta di jemaat-jemaat GPIB pada hari Minggu, 1 September 2013.
Gambar wajah wanita dan serangga sebenarnya tidak menjadi bagian dari rencana saya. Ide awalnya hanya tangan Kristus yang menarik tangan salah satu 'kawanan domba'-Nya saja. Namun kemudian berkembang dengan berbagai ide yang lain.
Non mortui laudabunt Dominum
- Tangan yang menarik; pen dan marker, photoshop CS5
No comments:
Post a Comment