“Sebab itu aku senantiasa berusaha
untuk hidup dengan hati nurani yang murni
di hadapan Allah dan manusia.”
(Kisah Para Rasul 24:16)
[1.]
Saya tidak tahu, apakah Rasul Paulus dirantai ketika dihadapkan pada Festus dan juga pada Feliks serta Agripa.
Tuduhan melakukan penghujatan dan ancaman hukuman mati akan membuat orang merasa tidak berdaya. Tidak berbeda dengan orang yang dirantai. Pikiran terhadap tidak ada jalan keluar menjadi belenggu yang merantai sikap optimis. Pikiran ini akan membuat orang berpikir, bahwa dia sedang mengalami kegelapan dalam hidupnya.
Rantai dan latar belakang yang gelap merupakan gambaran dari situasi terjepit yang dialami oleh Rasul Paulus dan juga setiap warga gereja ketika dihadapkan pada situasi yang serupa.
[2.]
Kutipan ucapan Paulus di hadapan Festus dan Tertulus di atas berangkat dari penghayatan imannya. Penghayatan itu membuat Paulus tidak lagi memahami dirinya sebagai Korban, atau bahkan Terdakwa, melainkan sebagai Saksi.
Bagi orang beriman persoalannya justru pada kemauan untuk memandang situasi dari sudut pandang yang berbeda. Jika memang tidak ada jalan keluar dari kondisi yang ada, maka pasti ada yang salah dengan sudut pandangnya. Harus ada sudut pandang yang baru. Sudut pandang yang baru itu bernama Kesaksian.
Non mortui laudabun te Domine ...
LK
No comments:
Post a Comment