“Pasanglah telingamu dan dengarkanlah amsal-amsal orang bijak, berilah perhatian kepada pengetahuanku. Karena menyimpannya dalam hati akan menyenangkan bagimu, bila semuanya itu tersedia pada bibirmu.” (Amsal 22:17-18)
[1.]
Memercayakan hidup pada Tuhan merupakan respon atas iman kepada Tuhan. Keimanan itu muncul dari pengenalan. Proses pengenalan itu sendiri dapat terjadi melalui pengajaran yang disampaikan kepada yang bersangkutan.
Pengajaran yang telah diterima, bila diperhatikan dan direnungkan, akan membawa kesenangan tersendiri. Bagi saya kesenangan itu adalah kebahagiaan surgawi yang menjadi akhir perjalanan iman kita.
[2.]
Memercayakan diri berarti penyerahan diri dalam kekuasaan Tuhan. Saya membayangkan seseorang yang sedang berbaring di atas awan kemuliaan Tuhan sebagai tanda penyerahan itu.
Amsal 22:17,18 menggambarkan telinga sebagai tempat masuk pengajaran dan hati adalah tempat pengajaran itu bersarang. Dalam bahasa Ibrani digunakan kata 'labe' yang berarti 'hati'. Pengajaran itu menjadi perhatian; per-'hati'-an, merujuk pada keadaan yang telah di-'hati'-kan. Dari hati pengajaran itu berlanjut lagi dalam kehidupan kita.
Kitab Amsal memberikan kesaksian bahwa sikap kita pada Tuhan yang diwarnai dengan rasa hormat menjadi sarana kehadiran pengetahuan itu (lih. Amsal 1:7). Itu sebabnya saya menggambarkan awan - yang sering dipakai sebagai simbol kehadiran Tuhan - sebagai asal aliran pengetahuan yang murni.
Dalam proses dari pendengaran hingga menjadi perbuatan ada tuntunan Roh Kudus - yang dilambangkan dengan burung merpati. Ada keluwesan dalam tuntunan Roh Kudus. Roh Kudus dapat menuntun dengan cara apa pun yang dikehendaki Tuhan Allah. Saya menggambarkan dengan manuver terbang merpati yang tidak lazim itu.
Non mortui laudabunt Dominum
- Dengar, perhatian, percaya, ...; Uni Pen dan Sharpie di kertas Windsor & Newton A4, Photoshop CS5
No comments:
Post a Comment