As for man, his days are as grass: as a flower of the field, so he flourisheth.
For the wind passeth over it, and it is gone; and the place thereof shall know it no more.

Psalms 103:15-16; KJV

05 August 2012

Minggu-minggu sesudah Pentakosta


"Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, 
bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan ..." 
(Kejadian 9:11; Alkitab TB, © Lembaga Alkitab Indonesia 1974)

Semula perahu menjadi salah satu simbol gereja. Gereja perdana yang mengalami penghambatan dan penganiayaan pada masa itu memiliki pengharapan yang kuat pada penyertaan Allah dalam setiap badai pergumulan.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) mengambil simbol perahu ini untuk digunakan dalam Ibadah-ibadah Minggu sesudah hari raya Pentakosta. Simbol ini akan terus terpampang di mimbar dan stola para presbiter yang bertugas dalam Ibadah Minggu hingga minggu kelima sebelum Natal, sebelum memasuki masa raya Advent. Penggunaan simbol ini telah ditetapkan dalam Persidangan Sinode GPIB di Ujung Pandang pada tahun 1990.

Simbol perahu yang digunakan oleh gereja perdana semakin memerlihatkan pergumulannya dengan penggunaan ombak yang tinggi. Namun tidak hanya mengingatkan pada pergumulannya, GPIB mengingatkan pada janji penyertaan Allah melalui penggunaan pelangi dan burung merpati yang menggenggam ranting zaitun.

Burung merpati yang membawa sehelai daun zaitun dan busur pelangi mengingatkan pada janji Tuhan untuk umat manusia yang disampaikan-Nya kepada Nuh setelah peristiwa air bah sebagaimana yang tercatat di dalam Kejadian 8:10-11; 9:12-16.

Saya tidak tahu, kenapa GPIB menggunakan dalam simbol itu ranting zaitun berdaun banyak, padahal kesaksian Alkitab adalah "pada paruhnya dibawanya sehelai daun zaitun yang segar" (Kej 8:11).

Saya membuat gambar di atas berdasarkan simbol Minggu-minggu sesudah Pentakosta yang digunakan oleh jemaat-jemaat GPIB. Perupaan yang saya lakukan adalah membuat simbol itu menjadi lebih hidup, bagaikan sebuah rekaman peristiwa secara kartunal. 
Selama beberapa minggu simbol ini menjadi sampul depan Warta Jemaat di GPIB Jemaat "Gratia" Bekasi.

Selamat memasuki seluruh badai pergumulan yang menghampiri kita dengan keyakinan bahwa Tuhan, Allah yang maha kuasa, selalu menyertai kita sebagaimana janji-Nya yang tidak pernah diabaikan ... 

Non mortui laudabunt Dominum
  • Kapal, ombak, pelangi dan burung merpati berdaun zaitun; pen dan marker


03 August 2012

Pokus dan Selancar Terongnya


Saya menciptakan karakter ini sebagai sebuah coretan untuk mengusir kebosanan di atas kertas bekas pakai. Setelah karakter ini jadi, saya langsung menyukainya.

Semula saya menggambar karakter ini sedang berdiri di atas bola bumi yang dihiasi oleh sebuah pohon kecil. Saya ingat, bahwa saya sedang dipengaruhi oleh konsep Go Green ketika membuat gambar bola bumi itu. Namun ketika saya mengarsir gambar bola bumi itu, saya merasa bola bumi itu menjadi sebuah terong yang besar.

Nampaknya keren juga, kalau ada karakter yang berkeliling di negeri khayalan sambil mengendarai sebuah selancar terong raksasa. Apalagi terong yang digoreng itu enak .,.. Hmm! :)

Ketika saya menyodorkan karakter ini, Vianca (4 th) memberi nama dia Otong-otong, lalu saya minta ubah lagi. Nama itu pun keluar begitu saja. Mungkin karena diucapkan sembarangan dan enak disebut. Pokus.

"Selamat berkelana dalam ranah renungan dengan terongmu, Pokus ..."

Non mortui laudabunt Dominum
  • Pokus dan Terong Selancar; marker dan ballpoint