As for man, his days are as grass: as a flower of the field, so he flourisheth.
For the wind passeth over it, and it is gone; and the place thereof shall know it no more.

Psalms 103:15-16; KJV

18 September 2016

Bukan kalah, tapi memang ada yang mau dinyatakan ...

Pada masa lampau, kemenangan dalam sebuah peperangan dapat dipahami sebagai kemenangan dewa yang disembah oleh pihak yang menang peperangan atas dewa yang disembah pihak yang kalah. Saya membayangkan rasa tidak percaya dan kesedihan bangsa Israel ketika Babel memenangkan peperangan dan menguasai seluruh Israel bagian selatan (Yehuda). Wajar, jika mereka mempertanyakan kekuasaan Tuhan Allah atas dewa-dewa Babel. Mungkin tidak hanya bertanya, bisa jadi ada di antara umat yang kehilangan iman kepada Tuhan.

Kitab Daniel memberikan pemahaman bahwa kekalahan Israel tidak dapat dipahami sebagai kekalahan Tuhan Allah. Sebaliknya, kitab Daniel malah memberikan kesaksian, bahwa kekalahan terjadi karena Tuhan sendiri yang membiarkan Nebukadnezar dan pasukannya memenangkan perang; "Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ..." (Dan 1:2). 

Dalam pemahaman tersebut, muncul cerita tentang Daniel dan teman-temannya yang tetap menguduskan diri mereka bagi Tuhan. Sekalipun mereka telah di-Babel-kan dan mendapat kesempatan menikmati makanan dan minuman yang biasa disantap oleh Raja, bahkan direkrut sebagai pegawai kerajaan Babel, mereka tetap menjaga identitas mereka sebagai bagian dari umat Tuhan Allah.

Keteguhan Daniel dan teman-temannya diperlihatkan dengan tidak menyantap makanan dan minuman yang diberikan kepada mereka. Makanan dan minuman yang diberikan adalah makanan dan minuman yang biasa disantap oleh Raja Babel. Jika mereka menyantap makanan dan minuman tersebut, berarti mereka menunjukkan sikap taat dan tunduk kepada raja Babel. Pada masa itu, raja dianggap sebagai titisan dewa. Ini berarti bukan saja tunduk pada raja, tetapi juga pada dewa yang menyatakan diri melalui raja itu.

Alasan lain dari penolakan Daniel dan teman-temannya terhadap makanan dan minuman itu adalah ketaatan mereka terhadap Taurat. Dalam Taurat ada aturan tentang makanan yang halal dan najis.

Sikap Daniel dan teman-temannya yang teguh beriman kepada Tuhan Allah tidak sia-sia. Daniel mengalami sendiri, raja Nebukadnezar dan raja Darius - yang dipandang sebagai titisan dewa itu - mengakui kemahakuasaan Tuhan Allah yang disembah oleh Daniel.

Keteguhan iman Daniel itu terjaga sampai akhirnya Tuhan menggenapi janji-Nya untuk membebaskan umat-Nya melalui raja Koresh; tujuh puluh tahun setelah Tuhan menyerahkan umat-Nya pada Babel. "Daniel ada di sana sampai tahun pertama pemerintahan Koresh" (Dan 1:21; lihat juga Ezra 1:1) merupakan catatan penting yang memberikan gambaran tentang penantian panjang Daniel yang dipenuhi dengan iman.
 
(pdt.lefikembuan.sth; 2016.09.28)