As for man, his days are as grass: as a flower of the field, so he flourisheth.
For the wind passeth over it, and it is gone; and the place thereof shall know it no more.

Psalms 103:15-16; KJV

22 May 2014

Ketakutan itu berasal dari kita sendiri ...


"A strange or horrible imaginary creature."
(www.merriam-webster.com/dictionary/monster)

[1.]

Menggambar monster itu menyenangkan. Karena monster itu hanya makhluk khayalan. Tidak seorang pun yang dapat memastikan bentuknya. Setiap orang akan menginterpretasikan monster itu dengan caranya sendiri lalu menuangkannya dalam karya masing-masing. Interpretasi dan khayalan membuat proses menggambar monster itu menyenangkan.

Setiap orang yang ingin menggambarkan monster akan membiarkan daya khayalnya. Tidak jarang gambaran itu terbentuk dari berbagai makhluk hidup yang dijumpai sehari-hari yang disatukan dalam satu bentuk. Tidak jarang juga gambaran itu dibentuk dengan cara menambahkan dan mengubah bagian-bagian tubuh yang dimiliki oleh makhluk hidup yang sebenarnya. Benar-benar permainan imajinasi.

[2.]

Tiba-tiba saya ingin menggambar monster. Beberapa monster. Saya ingin menggambar tentang ketakutan, perasaan yang dimiliki oleh setiap orang. 

Bagi saya, ketakutan itu seperti kita memasuki sebuah mimpi buruk. Ada saatnya mimpi itu berakhir dan semua yang buruk dalam mimpi itu hilang entah ke mana. Ketakutan itu pun pasti akan berakhir.

Yang mengherankan, saya pun mengalaminya, kita tetap membiarkan diri kita diliputi oleh ketakutan itu. Jangan-jangan sebenarnya ketakutan itu dibangun oleh pikiran kita sendiri. Jadi lucu, kita yang bangun pikiran yang menakutkan itu, lalu kita takut sendiri. Itu hebatnya rasa takut. Dia menjelmakan diri lebih besar dari kita, lalu mengurung kita di dalamnya. Karena kita sendiri.

Cuma satu jalan untuk menghadapi dan keluar dari rasa takut. Setiap orang yang terkurung dalam mimpi buruk tidak mampu keluar karena mereka tidak membiarkan diri menjadi berani. Kuncinya hanya memberanikan diri. 

[...]

Mungkin saya akan membuat monster-monster yang disebut dalam Alkitab. Nampaknya menyenangkan juga. Mungkin ...

17 May 2014

Menyanyi bersukacita karena Tuhan menjadi keselamatan ...


"TUHAN itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku."
(Keluaran 15:2a)

[1.]

Menyanyi menjadi ungkapan syukur bangsa Israel setelah Tuhan menyeberangkan mereka melalui laut Merah yang telah terbelah. Mereka bersyukur karena Tuhan telah menyatakan kekuasaan dan kasih-Nya pada mereka.

Sebelum bangsa Israel menyeberangi laut Merah dengan cara yang ajaib itu, mereka berada dalam keadaan terjepit. Di belakang mereka pasukan Firaun telah mengepung mereka. Di depan mereka terbentang lautan. Bagaimana mereka dapat menyelamatkan diri dari situasi itu? Jadi, tinggal menunggu dihancurkan dan mati?

Jawabannya ada pada Tuhan yang telah memimpin mereka dalam perjalanan keluar dari Mesir hingga akhirnya tiba di tepi laut. Dalam keadaan kalut mereka memarahi Musa. Musa menjadi tambah kalut. Tuhan pun menunjukkan kekuasaan-Nya. Tindakan ini mengingatkan bangsa Israel, bahwa Tuhan adalah Allah semesta alam, Pencipta dan Penguasa langit dan bumi.

Dalam kepemimpinan Tuhan dan tindakan-Nya tersebut, umat diingatkan bahwa Tuhan yang memimpin mereka adalah Tuhan yang tidak akan membiarkan umat yang dipimpin-Nya dihancurkan oleh siapa pun. Atas tindakan dan pemahaman itu, Musa dan orang Israel menyanyikan syukur dan pujian kepada Tuhan.

Cerita ini mengingatkan kita bahwa kehidupan ini pun menjadi indah dengan segala pergumulan yang kita hadapi. Jika kita menjalankan kehidupan ini tanpa tantangan dan rintangan, apa yang dapat kita banggakan?

Dengan demikian kita membayangkan nyanyian mereka benar-benar dipenuhi perasaan sukacita, kegembiraan yang meluap. Waow!

[2.]

Saya menggambarkan peristiwa sukacita itu dengan gambar doodle. Ada umat yang bersukacita, ada pula Firaun yang akan tenggelam. Tindakan Tuhan yang memenangkan umat-Nya itu saya gambarkan sebagai peristiwa sukacita. Bukan hanya umat-Nya yang bersukacita. Alam pun turut bersukacita.

Matahari yang bersukacita menunjukkan kehadiran matahari itu sebagai ciptaan Tuhan, di bawah kekuasaan Tuhan. Ini menjadi pesan khusus. Bangsa Mesir kuno melihat matahari sebagai pemilik kehidupan; dewa Ra. Namun yang dipandang sebagai pemilik kehidupan itu tidak melakukan apa pun ketika Tuhan telah memutuskan umat-Nya harus selamat dari kejaran Firaun.

non mortui laudabunt Dominum